Menyambangi Kepala Kampung Biopis, Bora, dan Sayua | SM-3T | SD Inpres Biopis
Guru SM-3T, Yogi dan Ridwan Saat menyambangi Kepala Kampung Biopis Pak Yohanes Wisakam di Kediamannya. [Dokumentasi 20 September 2016] |
Tidak lama lama setelah kami tiba di penempatan sebagai pendatang dan warga baru yang akan menetap sekitar 1 tahun, tentunya kami harus melaporkan diri ke ketua RT atau RW pada umumnya. Namun ternyata di penempatan kami yaitu Kampung Biopis tidak ada struktur pemerintah RT atau RW sebagaimana ditempat tinggal kami sebelumnya, namun yang ada adalah Kepala Kampung, mungkin kalian menganggapnya kepala Kampung itu sama dengan ketua RW tapi ternyata tidak demikian. Kepala Kampung itu ternyata sama dengan Kepala Desa jadi disini tidak ada struktur pemerintahan seperti RT atau RW tapi langsung ke Pemerintah Kampung yang di kepalai oleh seseorang yang disebut Kepala Kampung.
Kami ditugaskan di SD Inpres Biopis yang dikelilingi tiga kampung, yaitu Kampung Biopis, Bora dan Sayua. Kami berduapun sepakat harus dan wajib menyambangi ketiga kepala kampung tersebut untuk melaporkan diri, memperkenalkan diri dan menitipkan diri karena kami akan menetap dilingkungan kampung tersebut selama 1 tahun. Jika dilihat dari luas wilayah dan jumlah penduduknya ternyata yang disebut Kampung itu sangat kecil kalau menurut saya begitupu dengan luas wilayahnya. Sebagai contoh Kampung Bora Jika dilihat dari Jumlah penduduk tidak lebih dari 150-250 orang, untuk luas wilayahnya pun paling sekitar 10-20 Hektar. Menurut saya 1 Kampung di penempatan tugas kami sama dengan 1 RT atau RW di tempat tinggal kami sebelumnya yaitu di Bandung.
Ditemani pak Petrus Solarbesain salah satu Guru SD Inpres Biopis yang sama-sama tinggal di Rumah Dinas Guru, kami pertama menyambangi kepala kampung Biopis yaitu bapak Yohanes Wisakam. Kebetulan sekali ketika kami datang ke kediamannya, beliau sedang duduk dan mengobrol dengan beberapa orang masyarakat. Kamipun diperkenalkan di beritahukan oleh pak Petrus kepada Pak Yohanes bahwa kami adalah Guru SM-3T dari Bandung pengganti Guru SM-3T yang sebelumnya berasal dari Medan yaitu Pak Defifor dan Pak Leybert. Ternyata pak Yohanes sudah tahu tentang kami karena beliau sebelumnya mendapatkan informasi dari Bupati Asmat bahwa SD Inpres Biopis akan kembali kedatangan dua Guru SM-3T.
Sayapun dengan Ridwan bergantian saling memperkenalkan diri kepada pak Yohanes dan beberapa warga yang sedang berada disana, serta menitipkan diri kepada beliau sebagai kepala kampung. Selain itu juga karena kami orang baru dan tidak tahu mengenai adat dan budaya di kampung Biopis, kami tidak meminta bimbingan dari pak Yohanes terkait budaya yang tentunya sangat berbeda jauh dengan budaya kita sebelumnya supaya kami berdua cepat menyesuaikan dengan budaya masyarakat sekitar. Pak Petrus juga sempat mengatakan bahwa jika kami berdua membutuhkan bantuan mohon bapak Yohanes untuk bersedia membantu kedua guru ini, serta sebaliknya jika pak Yohanes membutuhkan bantuan guru SM-3T ini jangan sungkan untuk menghubunginya.
Bapak kepala kampung Biopis ini sangat senang dengan kehadiran Guru SM-3T karena beliau sangat menaruh harapan besar kepada kami agar dapat membuat anak-anak kampung Biopis bisa membaca, menulis dan menghitung. Beliau sudah tahu kinerja guru SM-3T apalagi sebelum kehadiran kami ke kampung Biopis sebelumnya sudah ada Guru SM-3T dari Medan yang juga sangat dekat dengan beliau. Pak Yohanes percaya keberadaan kami di kampungnya dapat membawa perubahan. Dia berharap setiap tahun SD Inpres Biopis ingin terus berkesinambungan mendapatkan Guru SM-3T.
Kami ditugaskan di SD Inpres Biopis yang dikelilingi tiga kampung, yaitu Kampung Biopis, Bora dan Sayua. Kami berduapun sepakat harus dan wajib menyambangi ketiga kepala kampung tersebut untuk melaporkan diri, memperkenalkan diri dan menitipkan diri karena kami akan menetap dilingkungan kampung tersebut selama 1 tahun. Jika dilihat dari luas wilayah dan jumlah penduduknya ternyata yang disebut Kampung itu sangat kecil kalau menurut saya begitupu dengan luas wilayahnya. Sebagai contoh Kampung Bora Jika dilihat dari Jumlah penduduk tidak lebih dari 150-250 orang, untuk luas wilayahnya pun paling sekitar 10-20 Hektar. Menurut saya 1 Kampung di penempatan tugas kami sama dengan 1 RT atau RW di tempat tinggal kami sebelumnya yaitu di Bandung.
Ditemani pak Petrus Solarbesain salah satu Guru SD Inpres Biopis yang sama-sama tinggal di Rumah Dinas Guru, kami pertama menyambangi kepala kampung Biopis yaitu bapak Yohanes Wisakam. Kebetulan sekali ketika kami datang ke kediamannya, beliau sedang duduk dan mengobrol dengan beberapa orang masyarakat. Kamipun diperkenalkan di beritahukan oleh pak Petrus kepada Pak Yohanes bahwa kami adalah Guru SM-3T dari Bandung pengganti Guru SM-3T yang sebelumnya berasal dari Medan yaitu Pak Defifor dan Pak Leybert. Ternyata pak Yohanes sudah tahu tentang kami karena beliau sebelumnya mendapatkan informasi dari Bupati Asmat bahwa SD Inpres Biopis akan kembali kedatangan dua Guru SM-3T.
Sayapun dengan Ridwan bergantian saling memperkenalkan diri kepada pak Yohanes dan beberapa warga yang sedang berada disana, serta menitipkan diri kepada beliau sebagai kepala kampung. Selain itu juga karena kami orang baru dan tidak tahu mengenai adat dan budaya di kampung Biopis, kami tidak meminta bimbingan dari pak Yohanes terkait budaya yang tentunya sangat berbeda jauh dengan budaya kita sebelumnya supaya kami berdua cepat menyesuaikan dengan budaya masyarakat sekitar. Pak Petrus juga sempat mengatakan bahwa jika kami berdua membutuhkan bantuan mohon bapak Yohanes untuk bersedia membantu kedua guru ini, serta sebaliknya jika pak Yohanes membutuhkan bantuan guru SM-3T ini jangan sungkan untuk menghubunginya.
Bapak kepala kampung Biopis ini sangat senang dengan kehadiran Guru SM-3T karena beliau sangat menaruh harapan besar kepada kami agar dapat membuat anak-anak kampung Biopis bisa membaca, menulis dan menghitung. Beliau sudah tahu kinerja guru SM-3T apalagi sebelum kehadiran kami ke kampung Biopis sebelumnya sudah ada Guru SM-3T dari Medan yang juga sangat dekat dengan beliau. Pak Yohanes percaya keberadaan kami di kampungnya dapat membawa perubahan. Dia berharap setiap tahun SD Inpres Biopis ingin terus berkesinambungan mendapatkan Guru SM-3T.
Poto bersama ketika menyambangi Kepala Kampung Biopis. Ditengah kami adalah pak Yohannes Wisakam Kepala Kampung Biopis sebelah kanan saya adalah pak Fabianus Tokoh Masyarakat, sebelah kiri Ridwan adalah Pak Yosep Ketua Ada Kampung Biopis serta yang paling depan sambil duduk merupakan salah satu Tokoh Masyarakat Kampung Biopis. [Dokumentasi 20 September 2016] |
Pak Yohanes sendiri menurut pandangan kami adalah sosok kepala kampung Biopis yang sangat disegani dan dihormati bukan saja di Biopis tapi juga dikampung Bora dan Sayua. Beliau memiliki pengaruh yang sangat besar di tiga kampung tersebut. Kami waktu itu tidak sempat menanyakan umur beliau tapi saya mendunga beliau sudah berumur diatas 80 tahun. Kami sangat nyaman dan tidak ada rasa canggung ketika berdiskusi dengan beliau. Beliau juga merupakan ayah dari salah satu guru SD Inpres Biopis yaitu pak Nikolaus Wisakam. Pak Yohanes ini adalah satu orang yang pernah merasakan lezatnya daging manusia, bukan karena beliau kanibal yah, akan tetapi karena hukum adat yang berlaku disana dan itu jaman dulu sekarang sudah tidak demikian.
Pak Yohanes juga adalah orang yang sering kami repotkan karena kami sering menumpang naik fiber miliknya, jika beliau akan pergi ke distrik. Beliau selalu memberi kabar kami jika akan turun ke pusat distrik entah itu dengan menyuruh anaknya datang ke rumah guru atau masyarakat lainnya.
Keesokan harinya kami mendatangi kepala Kampung Bora, yaitu pak Philipus Nanea sebetulnya pak Philipus ini sudah tahu kami begitu juga dengan kami sudah tahu beliau karena waktu kamu dijemput oleh Kepala SD Inpres Biopis dari pusat Dsitrik, Kepala SD Inpres Biopis yaitu pak Fransiskus Ande Dadi memakai Fiber milik kepala kampung Biora dan beliaupun ikut hadir pada saat itu cuman kami belum tahu bahwa beliau adalah Kepala Kampung Bora.
Pak Yohanes juga adalah orang yang sering kami repotkan karena kami sering menumpang naik fiber miliknya, jika beliau akan pergi ke distrik. Beliau selalu memberi kabar kami jika akan turun ke pusat distrik entah itu dengan menyuruh anaknya datang ke rumah guru atau masyarakat lainnya.
Keesokan harinya kami mendatangi kepala Kampung Bora, yaitu pak Philipus Nanea sebetulnya pak Philipus ini sudah tahu kami begitu juga dengan kami sudah tahu beliau karena waktu kamu dijemput oleh Kepala SD Inpres Biopis dari pusat Dsitrik, Kepala SD Inpres Biopis yaitu pak Fransiskus Ande Dadi memakai Fiber milik kepala kampung Biora dan beliaupun ikut hadir pada saat itu cuman kami belum tahu bahwa beliau adalah Kepala Kampung Bora.
Muhamad Yogi bersama keluarga Besar Kepala Kampung Bora, Pak Philipus Nanea saat menyambangi beliau di Kediamannya. [Dokumentasi 21 September 2016] |
Suasana yang berbeda kami dapatkan ketika menyambangi kepala kampung Bora, yaitu kami disambut dengan banyak orang. Bukan karena sengaja menyambut kami akan tetapi memang pak Philipus ini memiliki banyak anak dan cucu yang hidup bersama dengan beliau. Pada saat menyambangi kepala kampung Bora ini kami diantar oleh salah satu peserta didik kelas VI SD Inpres Biopis yang tinggal bersama kami di Rumah Dinas Guru yaitu Yanuaris Teta.
Rumah Kepala Kampung Bora ini sebenarnya dekat sekali dengan Rumah Dinas Guru mungkin jaraknya tidak lebih dari 300 meter. Saya dan Ridwan menghabiskan waktu cukup lama di kediaman beliau. Banyak hal yang kami bahasa bersama beliau, perlu diketahu yah pak Philipus Nanea ini merupakan salah satu kepala kampung yang bisa memahat patung bahkan sambil matanya ditutup dengan kain. Dirumahnyapun banyak patung-patung hasil karya beliau yang sangat bagus dan menarik.
Kami lebih banyak membahas tentang kebudayaan Asmat dengan beliau ini, beliau juga sempat memberikan informasi masih bahwa di Asmat itu ada kegiatan atau event yang diselenggarakan setiap satu tahun sekali, yaitu Pesta Budaya Asmat. Kegiatan ini biasanya di selenggarakan setiap minggu pertama atau kedua pada bulan Oktober, nah dalam event ini semua hasil kerajinan dan karya dari pengrajin Asmat di pamerkan dan dilelang dan perlu kalian ketahui banyak touris manca negara datang ke Asmat ini untuk mencari patung pada saat Pesta Budaya ini.
Sayapun dengan Ridwan melihat ada semacam rok yang terbuat seperti dari jerami yang terpampang di rumah beliau. Ternyata itu namanya Cawat, semacam celana yang selalu dipakai suku Asmat dalam kegiatan-kegiatan adat. Kamipun penasaran dan sempat mencoba memakai cawat tersebut, tersenyata kami salah cawat ini bukan terbuat dari jerami tapi potongan-potongan kecil kulit pohon yang digulung-gulung nantinya akan membetuk sebuah benang, nah benang inilah yang dibuat menjadi cawat.
Perlu diketahui juga yah pak Philipus Nanea itu merupakan orang tua dari Rico yaitu salah satu pemuda kampung Bora yang kami ajarkan bagaimana caranya menggunakan komputer. Pak Philipus percaya dengan keberadaan kami berdua di SD Inpres Biopis dapat membuat sekolah berjalan dan anak-anakpun mau datang kesekolah.
Pada hari yang sama namun namun sore hari, kami menyambangi kepala kampung terakhir, yaitu Kepala Kampung Sayua. Jarak rumahnya lumayan jauh, kami diantar oleh anak-anak SD Inpres Biopis untuk menyusuri jalan menuju kediaman kepala kampung Sayua. Jalan menuju kampung Sayua selain jauh ternyata rusak parah, banyak balok-balok kayu yang hilang entah kemana sehingga, kami harus sangat berhati saat berjalan diatas jalan kayu yang bolong-bolong tersebut.
Kami memperkirakan jarak rumah kepala kampung Sayua dari rumah Dinas Guru sekitar 1.5-2.5 Km. Perjalanan kesan membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit dengan jalan kaki. Saat kami tiba disana ternyata beliau sedang memperbaiki rumahnya sendiri, keberadaan kami di Biopis sudah diketahui beliau sebelumnya. Kepala kampung Sayua ini bernama Alexander, kami awalnya agak canggung saat diterima beliau di kediamannya, karena nada bicara beliau seperti orang marah atau emosi, ternyata itu hanya anggapan kami yang salah itu memang karakter beliau seperti demikian kalau berbicara.
Rumah Kepala Kampung Bora ini sebenarnya dekat sekali dengan Rumah Dinas Guru mungkin jaraknya tidak lebih dari 300 meter. Saya dan Ridwan menghabiskan waktu cukup lama di kediaman beliau. Banyak hal yang kami bahasa bersama beliau, perlu diketahu yah pak Philipus Nanea ini merupakan salah satu kepala kampung yang bisa memahat patung bahkan sambil matanya ditutup dengan kain. Dirumahnyapun banyak patung-patung hasil karya beliau yang sangat bagus dan menarik.
Kami lebih banyak membahas tentang kebudayaan Asmat dengan beliau ini, beliau juga sempat memberikan informasi masih bahwa di Asmat itu ada kegiatan atau event yang diselenggarakan setiap satu tahun sekali, yaitu Pesta Budaya Asmat. Kegiatan ini biasanya di selenggarakan setiap minggu pertama atau kedua pada bulan Oktober, nah dalam event ini semua hasil kerajinan dan karya dari pengrajin Asmat di pamerkan dan dilelang dan perlu kalian ketahui banyak touris manca negara datang ke Asmat ini untuk mencari patung pada saat Pesta Budaya ini.
Sayapun dengan Ridwan melihat ada semacam rok yang terbuat seperti dari jerami yang terpampang di rumah beliau. Ternyata itu namanya Cawat, semacam celana yang selalu dipakai suku Asmat dalam kegiatan-kegiatan adat. Kamipun penasaran dan sempat mencoba memakai cawat tersebut, tersenyata kami salah cawat ini bukan terbuat dari jerami tapi potongan-potongan kecil kulit pohon yang digulung-gulung nantinya akan membetuk sebuah benang, nah benang inilah yang dibuat menjadi cawat.
Perlu diketahui juga yah pak Philipus Nanea itu merupakan orang tua dari Rico yaitu salah satu pemuda kampung Bora yang kami ajarkan bagaimana caranya menggunakan komputer. Pak Philipus percaya dengan keberadaan kami berdua di SD Inpres Biopis dapat membuat sekolah berjalan dan anak-anakpun mau datang kesekolah.
Pada hari yang sama namun namun sore hari, kami menyambangi kepala kampung terakhir, yaitu Kepala Kampung Sayua. Jarak rumahnya lumayan jauh, kami diantar oleh anak-anak SD Inpres Biopis untuk menyusuri jalan menuju kediaman kepala kampung Sayua. Jalan menuju kampung Sayua selain jauh ternyata rusak parah, banyak balok-balok kayu yang hilang entah kemana sehingga, kami harus sangat berhati saat berjalan diatas jalan kayu yang bolong-bolong tersebut.
Kami memperkirakan jarak rumah kepala kampung Sayua dari rumah Dinas Guru sekitar 1.5-2.5 Km. Perjalanan kesan membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit dengan jalan kaki. Saat kami tiba disana ternyata beliau sedang memperbaiki rumahnya sendiri, keberadaan kami di Biopis sudah diketahui beliau sebelumnya. Kepala kampung Sayua ini bernama Alexander, kami awalnya agak canggung saat diterima beliau di kediamannya, karena nada bicara beliau seperti orang marah atau emosi, ternyata itu hanya anggapan kami yang salah itu memang karakter beliau seperti demikian kalau berbicara.
Guru SM-3T, Yogi dan Ridwan bersama pak Alexander Kepala Kampung Sayua saat diteima di Kediamannya. [Dokumentasi 21 September 2016] |
Berbeda dengan saat kami menyambangi kepala kampung Bora yang disambut dengan banyak orang. Disini kami mendapat suasana yang sebaliknya hanya ada beberapa orang saja yang berada dirumah pak Alex ini, karena memang jumlah anggota kelaurga pak Alex tidak sebanyak kelaurga pak Philipus. Kami tidak terlalu lama di rumah di pak Alex ini karena waktu yang sudah cukup sore, kedua karena pak Alex sendiri sedang melakukan pekerjaaan merenovasi rumahnya.
Kami menyampaikan beberapa hal sebagaimana yang telah disampaikan kepada kepala kampung yang sebelum-seblumnya kami kunjungi. “Dimana bumi dipijak disitu langit dijungjung”. Karena kami tinggal di wilayah 3 kampung yaitu Biopis, Bora dan Sayua selama 1 tahun kamipun harus menghormati, mengikuti adat dan budaya yang berlaku disana. Sudah sepantasnya kami menyambangi kepala kampung sebagai penaggung jawab penuh pemerintahan dan seluruh hal lainya.
Saya dengan Ridwan tidak banyak bercerita langsung saja meminta ijin akan tinggal di wilayah kampung Biopis, Bora dan Sayu selama 1 tahun. Kami juga tidak lupa meminta bimbingan da perlindungan dari beliau kalau terjadi masalah apapun suatu saat nanti serta diikutkan dalam berbagai kegiatan kemsayarakatan yang sering dilakukan di kampung Sayua. Kami juga menawarkan jika beliau membutuhkan bantuan jangan segan untuk memintanya kepada kami, sepanjang bisa melakukannya kami tidak akan keberatan.
Satu pesan yang kami juga sampaikan kepada pak Alex selaku kepala Kampung Sayua untuk memberikan instruksi kepada seluruh masyarakatnya yang memiliki anak usia sekolah Dasar untuk mendorong para orang tuanya mendukung anaknya untuk sekolah, hadir ke kelas. Banyak informasi yang kami dapatkan bahwa banyak sekali anak-anak dari Sayua ini tidak sekolah, pak Alex pun tidak menamping perihal itu, justru memang beliau mengkui anak-anak banyak yang kelaut dan kehutan membantu orang tuanya di banding untuk hadir dan belajar di sekolah.
Kesadaran masyarakat Sayua akan pentingnya pendidikan jika dibandingkan masyarakat Biopis dan Bora memang yang paling rendah. Beliau tidak berjani tapi akan terus mengupayakan supaya anak-anak kampung Sayua ini dapat kembali hadir disekolah.
Kami menyampaikan beberapa hal sebagaimana yang telah disampaikan kepada kepala kampung yang sebelum-seblumnya kami kunjungi. “Dimana bumi dipijak disitu langit dijungjung”. Karena kami tinggal di wilayah 3 kampung yaitu Biopis, Bora dan Sayua selama 1 tahun kamipun harus menghormati, mengikuti adat dan budaya yang berlaku disana. Sudah sepantasnya kami menyambangi kepala kampung sebagai penaggung jawab penuh pemerintahan dan seluruh hal lainya.
Saya dengan Ridwan tidak banyak bercerita langsung saja meminta ijin akan tinggal di wilayah kampung Biopis, Bora dan Sayu selama 1 tahun. Kami juga tidak lupa meminta bimbingan da perlindungan dari beliau kalau terjadi masalah apapun suatu saat nanti serta diikutkan dalam berbagai kegiatan kemsayarakatan yang sering dilakukan di kampung Sayua. Kami juga menawarkan jika beliau membutuhkan bantuan jangan segan untuk memintanya kepada kami, sepanjang bisa melakukannya kami tidak akan keberatan.
Satu pesan yang kami juga sampaikan kepada pak Alex selaku kepala Kampung Sayua untuk memberikan instruksi kepada seluruh masyarakatnya yang memiliki anak usia sekolah Dasar untuk mendorong para orang tuanya mendukung anaknya untuk sekolah, hadir ke kelas. Banyak informasi yang kami dapatkan bahwa banyak sekali anak-anak dari Sayua ini tidak sekolah, pak Alex pun tidak menamping perihal itu, justru memang beliau mengkui anak-anak banyak yang kelaut dan kehutan membantu orang tuanya di banding untuk hadir dan belajar di sekolah.
Kesadaran masyarakat Sayua akan pentingnya pendidikan jika dibandingkan masyarakat Biopis dan Bora memang yang paling rendah. Beliau tidak berjani tapi akan terus mengupayakan supaya anak-anak kampung Sayua ini dapat kembali hadir disekolah.
Posting Komentar untuk "Menyambangi Kepala Kampung Biopis, Bora, dan Sayua | SM-3T | SD Inpres Biopis"