Nilai Integritas dari Sjafruddin Prawiranegara
Sjafruddin lahir dari seorang ayah yang berprofesi jaksa. Tak heran bila ia kemudian memilih masuk Rechtshogeschool (RHS) usai menyelesaikan pendidikan di Algemeene Middelbare School (AMS) pada 1931. Pada 1939, Sjafruddin meraih titel Meester in de Rechten (Mr).
Menariknya, pria yang saat kecil akrab dipanggil Kuding itu justru berkarier di bidang lain. Sempat menjadi pegawai di radio swasta, ia lantas menjadi petugas Departemen Keuangan, baik pada akhir penjajahan Belanda maupun saat pendudukan Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, Sjafruddin sempat menjabat menteri keuangan, perdana menteri, wakil perdana menteri, dan Gubernur Bank Indonesia. Saat terjadi Agresi Militer II yang dilancarkan Belanda pada 1948, Sjafruddin dipercaya mengambil alih pemerintahan karena Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ditangkap oleh Belanda. Pada 13 Juli 1949, Sjafruddin mengembalikan mandat kepada Presiden Soekarno.
Pengabdian Sjafruddin bagi negeri ini berakhir pada 15 Februari 1989. Dalam usia 77 tahun, ia berpulang ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa.
1. Tertusuk ”Gunting” Sang Suami
Seperti sekeping uang, dalam sejarah Indonesia, Sjafruddin Prawiranegara memiliki dua sisi yang bertolak belakang. Di satu sisi, dia adalah salah satu tokoh kemerdekaan. Di sisi lain, dia juga tokoh PRRI yang sempat memberontak terhadap pemerintah.
Terlepas dari hal itu, Sjafruddin diakui sebagai sosok amanah yang memegang teguh kesetiaan kepada negaranya. Saking setianya, dia bahkan tak membocorkan kebijakan penting kepada istrinya, Tengku Halimah.
Pada 1950-an, Tengku Halimah terkejut saat menerima gaji sang suami. Pasalnya, gaji yang tak seberapa itu harus dipotong setengah. Itu sebagai akibat dari kebijakan menteri keuangan yang tak lain dari suaminya, Sjafruddin.
Kebijakan itu menggariskan uang di atas Rp. 5 dipotong menjadi dua alias menjadi hanya setengahnya. Setengah bagian dipinjamkan kepada negara yang saat itu tengah kesulitan dana. Kebijakan kontroversial tersebut dikenal sebagai “Gunting Sjafruddin”. “Kok tidak bilang-bilang?” protes Tengku Halimah. Sjafruddin menjawab, “Kalau bilang-bilang, tidak rahasia, dong!”
Demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari delapan anaknya, Tengku Halimah pun harus kas bon ke Kementerian Keuangan. Utang itu terus bertambah dan baru bisa dilunasi ketika Sjafruddin menjabat Presiden Direktur De Javasche Bank (Bank Indonesia) pada 1951.
Coba menurut kalian, nilai-nilai integritas apa yang kita dapat teladani dari kisah di atas?
- Jujur
- Berani
- Mandiri
- Peduli
- Tanggung Jawa
- Kerja Keras
- Sederhana
- Adil
- Displin
2. Sukun Goreng Ibu Presiden
Suatu hari pada 1948, seorang gadis kecil bercengkerama dengan ibunya. Sebuah pertanyaan lugu terlontar dari mulutnya. “Mengapa kita tidak minta bantuan saja pada Presiden Om Karno dan Wakil Presiden Om Hatta serta Om Hengky yang Raja Jawa, Bu?” kata dia. “Apakah ibu tidak malu (berjualan sukun goreng)? Ayah orang hebat, keluarga ayah dan ibu juga orang-orang hebat.”
Sang ibu tersenyum simpul, lalu menjawab, “Iya, sayang... Ibu mengerti. Tapi, dengarkan, ya... Yang membuat kita boleh malu adalah kalau kita mengambil milik orang lain yang bukan hak kita, atau mengambil uang negara. Itu pencuri namanya. Orang-orang mungkin tidak tahu, tapi Allah tahu.”
“Ayahmu sering mengatakan kepada ibu agar kita jangan bergantung pada orang lain. Kalau tidak penting sekali, jangan pernah meminjam uang. Jangan pernah berutang.” Si gadis kecil lugu itu bernama Icah, sementara sang ibunda adalah Tengku Halimah, istri Sjafruddin Prawiranegara. Seperti dikatakan Icah, Sjafruddin memang bukan orang sembarangan.
Dia pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, menteri keuangan, menteri kemakmuran, wakil perdana menteri, dan Presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Selama 207 hari, Sjafruddin memimpin PDRI demi mempertahankan kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Selama 207 hari mendampingi suaminya menjalankan tugas itu, Tengku Halimah berjualan sukun goreng demi menghidupi empat anaknya yang masih kecil, yakni Icah, Vivi, Khalid, dan Farid.
Coba menurut kalian, nilai-nilai integritas apa yang kita dapat teladani dari kisah di atas?
- Jujur
- Berani
- Mandiri
- Peduli
- Tanggung Jawa
- Kerja Keras
- Sederhana
- Adil
- Displin
Posting Komentar untuk "Nilai Integritas dari Sjafruddin Prawiranegara"